Putih Sari : Untuk Mewujudkan Generasi Berkualitas, Kita harus Menyieun Perencanaan Keluarga.

“………Mari bersama-sama mencegah lahirnya bayi stunting. Ibu hamil harus mengonsumsi makanan bergizi, jangan makanan-makanan tidak sehat. Sebut saja misalnya seblak. Sebetulnya boleh, tapi jangan sering-sering….”

Putih Sari, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI),

 

Sudah banyak pesan, sudah banyak mengajak dan sudah banyak mencegah untuk urusan kegiatan Promosi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunam Stunting di Wilayah Khusus. Begitupun yang dilakukan oleh anggota Komisi IX DPR RI, Putih Sari saat bertemu ratusan warga di Desa Citeko, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, pada 18 September 2023, setidaknya sudah banyak memudahkan.

Kata Legislatif asal Partai Gerindra ini, salah satu cara terbaik untuk mencegah stunting adalah dengan mengonsumsi makanan bergizi. Pencegahan berlaku bagi ibu hamil hingga anak usia dua tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Tak berarti harus mahal karena makanan bergizi bisa diperoleh secara murah sekaligus murah.

“Saya mengajak melaksanakan apa yang tadi disampaikan Pak Samsul sama Bu Karwasih. Stunting bukan hanya tinggi badan, tapi pertumbuhan otak. Ini yang berbahaya karena kita dihadapkan pada persaingan. Bukan hanya bersaing dengan urang Purwakarta atau Indonesia, tapi persaingan global. Karena itu, kita harus bersama-sama mencegah stunting sejak dari keluaga,” ungkap Putih Sari.

Putih Sari mengajak keluarga Purwakarta untuk secara aktif mencegah kelahiran bayi stunting. Caranya dengan mengonsumsi makanan bergizi, baik bagi ibu hamil maupun anak di bawah dua tahun (Baduta). Makanan bergizi, sambung Putih, bisa diperoleh di dekat rumah, bahkan di pekarangan.

 

(Putih Sari : Hindari 4T, terlalu banyak, terlalu sering, terlalu muda, terlalu tua saat melahirkan.)

 

“Presiden sudah meminta semua pihak berperan aktif dalam percepatan penurunan stunting. Salah satunya BKKBN. Targetnya bisa 14 persen pada 2024 mendatang. Kalau bisa zero stunting. Mari bersama-sama mencegah lahirnya bayi stunting. Ibu hamil harus mengonsumsi makanan bergizi, jangan makanan-makanan tidak sehat. Sebut saja misalnya seblak. Sebetulnya boleh, tapi jangan sering-sering. Juga harus diimbangi dengan makan makanan sehat lainnya,” tandas Putih.

Putih Sari juga mengingatkan, penduduk Indonesia sudah banyak. Urutan keempat di dunia. Penduduk banyak itu bagus saja jika berkualitas. Namun, jumlah yang besar hanya akan menjadi beban jika tidak berkualitas. Karena itu, upaya pencegahan stunting merupakan salah satu cara mewujudkan penduduk berkualitas.

“Untuk mewujudkan generasi berkualitas itu kita harus membuat perencanaan keluarga. Dalam hal ini, termasuk perencanaan memiliki anak. Hindari 4T, terlalu banyak, terlalu sering, terlalu muda, terlalu tua saat melahirkan. Terlalu sering bisa mengakibatkan kurangnya perhatian dan pengasuhan. Kakak yang masih membutuhkan pengasuhan dan kasih sayang otomatis berkurang ketika hadirnya sang adik. Pada umumnya, perhatian lebih tercurah kepada sang adik,” papar Putih.

Sesaat sebelumnya, pesan serupa juga disampaikan Ketua Tim Kerja Pengelola Pelayanan Keluarga Berencana Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Adang Samsul Hadi dan Kepala Bidang Pembangunan Ketahanan Keluarga Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta Karwasih.

Adang Samsul Hadi meminta agar para ibu selalu memperhatikan makanan yang disajikan dalam keluarga. Dia mengingatkan, stunting dapat dicegah dengan memgonsumsi makanan bergizi.

“Makanan bergizi gak harus mahal. Bisa memanfaatkan makanan yang ada di selitar rumah. Jangan lupa cuci bersih sebelum dimasak,” ungkap Samsul.

Cara lain yang penting dilakukan untuk mencegah bayi stunting adalah dengan alat atau obat kontrasepsi atau menjadi akseptor keluarga berencana (KB). Dengan KB memberikan kesempatan kepada ibu untuk memberikan pengasuhan optimal, juga memberikan kesempatan untuk memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif.

“Perlu diingat juga bahwa KB tidak hanya menjadi tugas istri. Jika istri berisiko mengalami efek samping, maka pria juga bisa menjadi akseptor KB. Pria bisa menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi atau melalui metode operasi pria (MOP) atau vasektomi,” ujar Samsul menyodorkan opsi.

Sementara itu, Karwasih menegaskan bahwa penanganan stunting bukan hanya tanggungjawab BKKBN, melainkan tapi semua pihak. Ini penting untuk menjadi catatan karena penyebab stunting bukan murni akibat kekurangan gizi. Penyebab lainnya adalah pola asuh yang tidak tepat dan sanitasi yang buruk.

 

 

“Orang kaya pun bisa berisiko stunting jika pola asuh tidak tepat. Sanitasi seperti jamban sehat juga sangat penting. Penangan stunting perlu dilakukan dari hulu hingga hilir dan melibatkan semua pihak,” tegas Karwasih.

Untuk mencegah stunting, imbuh Karwasih, pemerintah sudah melatih ribuan tim pendamping keluarga (TPK). Kehadiran TPK menjadi ujung tombak pencegahan di tingkat warga. TPK terdiri atas bidan, kader KB, dan kader pemebrdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK).

“Anak yang stunting akan kehilangan daya tahan tubuh, kehilangan kecerdasan. Ini berisiko terjadinya lost generatin. Akhirnya kita hanya menjadi tamu di tanah kelahiran sendiri. Tidak mampu bersaing,” ungkap Karwasih.

Sejalan dengan itu, Karwasih mengingatkan bahwa pencegahan merupakan hal utama. Segala sesuatu yang direncanakan akan memiliki keluaran maksimal. Termasuk anak yang direncanakan dan tidak direncanakan. Jika tidak direncanakan, pengasuhan maupun pemenuhan gizi menjadi seadanya.

“Saya berharap Bapak-bapak bisa berperan aktif untuk mencegah stunting. Salah satunya dengan memberikan dukungan kepada Ibu. Termasuk dukungan dalam kontrasepsi, ber-KB. Idealnya memiliki jeda, jumlahnya ideal. Harapan pemerintah itu dua anak. Dua anak lebih sehat. Suami harus mendukung, termasuk untuk menjadi peserta KB,” Karwasih menambahkan.

Lebih jauh Karwasih menjelaskan, prevalensi stunting Purwakarta berhasil turun dari 26 persen pada 2021 menjadi 20,6 persen pada 2022. Dia berharap Purwakarta bisa menekan prevalensi stunting menjadi lebih kecil lagi. Bahkan bisa kurang dari 14 persen pada 2024 mendatang.(Bobotoh.id/HR -N)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *