Hj Nurhayati : Istri Jangan Capek. Dan, Jangan Dibikin Kesel.

“Ibu yang hamil, melahirkan, menyusui, mengurus anak itu, capek. Nah, terus suami ngeselin apalagi sampai selingkuh, itu bikin kesel. Nanti anaknya jadi korban,”

Nurhayati Effendi, anggota Komisi IX DPR RI, 

 

Di timur Tasikmalaya, tepatnya di Desa Bojongsari, Kecamatan Gunungtanjung, Kabupaten Tasikmalaya, pada Jumat pagi 15 September 2023. anggota Komisi IX DPR RI, Nurhayati Effendi atau yang lebih akrab disapa Hj Nurhayati ini hadir didampingi Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Fazar Supriadi Sentosa.

Keduanya kompak mengajak masyarakat bersama-sama mengawal generasi Indonesia sehat dan berkualitas. Generasi yang terbebas dari stunting.Dan, ada pesen khusus dari Hj Nurhayati ; Ibu hamil wajib bahagia,Titik

Ceuk Nurhayati, semua pihak kudu Bersama-sama mencegah stunting. Bahkan, dirinya berpesan khusus kepada para suami. Kalau negara ini tidak fokus mengawal tantangan stunting, sebutnya, bisa mengakibatkan adanya lost generation. Tertinggal dalam percaturan dunia. Hingga angka kematian ibu dan anak tinggi.

“Jadi, tolong ya, Pak. Kalau istrinya hamil atau mau hamil, jangan dibikin stres. Bikin dia bahagia. Ibu hamil harus dibahagiakan, Pak,” pesan Hj Nurhayati di hadapan ratusan warga yang menghadiri Promosi dan KIE Percepatan Penurunan Stunting di Wilayah Khusus.

Kenapa kalangan Bapak perlu perhatian? Tanya Nurhayati yang kemudian ia bahas penyebab stunting selain lantaran faktor gizi buruk misal, pun dampak bisa dari pikiran. “Menghadapi situasi apapun semestinya dalam kondisi tenang. Ibu-ibu harus selalu tenang. Mulai psikis dan fisik. Kala ibu hamil stres, itu akan membawa dampak ke janinnya,” ujarnya.

 

{Hj Nurhayati : Kalau istrinya hamil atau mau hamil, jangan dibikin stres. Bikin dia bahagia.)

 

Kalau sedang hamil dan menyusui dalam kondisi stres, air susunya berhenti. Jadi kehilangan air susu ibu (ASI) eksklusif, anaknya jadi korban. “Ibu yang hamil, melahirkan, menyusui, mengurus anak itu, capek. Nah, terus suami ngeselin apalagi sampai selingkuh, itu bikin kesel. Nanti anaknya jadi korban,” ungkapnya yang disambut riuh aplause.

Ia lukiskan kalau kondisi ibu sudah seperti itu, pola makan anaknya tak terperhatikan, ini tentu membuat kebutuhan gizinya tak seimbang. Jika sudah demikian, itu berisiko kena stunting. Lalu, imunitas tubuhnya menurun. Hingga terjadilah kekurangan gizi kronis. “Jadi, itulah kenapa bahagia itu wajibnya, ya. Pemahamannya apapun, situasinya harus bahagia,” ulasnya seraya dikaitkan itu sebagai langkah menuju keluarga sehat, berkualitas.

Di samping itu, imbuh Nurhayati, sanitasi buruk, pernikahan usia muda, anemia pada masa kehamilan, praktik pengasuhan anak tak baik, kemiskinan, gizi buruk, dan lain-lain turut menjadi pemicu stunting. Karena itu, pencegahan dan penanganan stunting perlu dilakukan oleh semua kalangan. Perlu melibatkan semua pihak.

Masih Tertinggal

Di tempat yang sama, Fazar Supriadi mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara besar di dunia. Namun, masih ada kondisi atau tantangan-tantangan di negara ini yang tampak masih membuat tertinggal. Fazar memulai sorotan dengan sedikit berkelakar, seperti dengan rata-rata postur tubuh orang Indonesia yang pendek, sehingga masih jauh bisa hebat di dunia olahraga seperti, sepakbola, bola voli, basket, dan cabang olahraga lainnya.

Kecuali itu, kondisi sama dengan IQ atau kecerdasannya, pendidikannya rendah. Penduduk Indonesia masih dengan rata-rata tamatan SD. Dilihat derajat kesehatan, kematian ibu dan bayi masih tinggi. Pendapatan per kapita rendah, hanya berpenghasilan Rp 10 juta per tahun atau Rp 900 ribu per bulan. “Dengan penghasilan itu bisa beli apa coba?” tanya Fazar retoris.

Menyoal angka stunting, prevalensi Kabupaten Tasikmalaya masih menjadi daerah yang masih cukup tinggi, 22,4 persen. Masih di atas 20%. Presiden mencanangkan prevalensi stunting bisa turun menjadi 14 persen pada 2024. “Bagaimana caranya? Ya harus bersama-sama. Selain pemerintah pusat, ya daerah juga. Sampai di tingkat desa-desa, juga masyarakatnya. Tentunya kami di tingkat provinsi,” akunya.

 

(Fazar ingatkan pendampingan terhadap calon pengantin dan ibu hamil hingga setelah melahirkan.)

 

Fazar juga menyoroti keberadaan jamban tak layak yang masih tinggi di Kabupaten Tasikmalaya, yakni 1.000-an. Padahal, mestinya nol.

Berikutnya, Fazar mengingatkan tim pendamping keluarga (TPK) untuk aktif melakukan sosialisasi pendewasaan usia pernikahan. Langkah ini diikuti dengan pendampingan terhadap calon pengantin dan ibu hamil hingga setelah melahirkan.

Petinju veteran ini mengingatjkan anak stunting berisiko menjadi tidak cerdas. Ia kesulitan belajar. Ia kesulitan untuk fokus.

“Dengan kondisi itu akhirnya kita kehilangan generasi yang cerdas. Kondisi ini merugikan. Bukan tidak mungkin terjadi lost generation. Ini kalau tidak diantisipasi dan terus-menerus berlangsung tiap tahun,” pungkasnya. (Bobotoh.ID/HR-NJP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *