“Dalam Islam, mempersiapkan bukan hanya saat balita atau mengandung, tetapi saat pembuatan pun tidak lepas dari doa-doa yang mengharapkan anak bisa lahir sesuai dengan harapan. Ada tiga bulanan, akikah, dan lain-lain yang intinya mendoakan agar anak sehat dan berkualitas,”
Uu Ruzhanul Ulum, Wakil Gubernur Jawa Barat
Sehade dan sehebat apapun program pemerintah tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat tentu tidak akan berhasil, begitupun soal Stunting. Begitupun Gubernur Jabar dan wakilnya, yang pada akhir kepemimpinan 2023 pun telah tercatat punya tekad mewujudkan Jabar zero stunting.
Dan, entah sudah yang ke berapa kalinya, program buat percepatan penurunan Stunting telah direncanakan, disodorkan..Atau malah sudah ada yang di eksekusi.
Yang teranyar, Jum’at pagi 11 Maret 2022 di Trans Luxury Hotel, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mendesak seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat segera membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di daerah masing-masing.
Nama programnya berbau entertain hehehe…RAN PASTI ! atau Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia. Ada 14 Kepala Daerah Hadiri pas sosialisasi.
Langkah ini penting agar percepatan penurunan stunting bisa segera dilakukan secara nyata dan berkesinambungan serta selaras dengan strategi nasional yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
“Saya berharap pengertian dari seluruh masyarakat dan segenap pemangku kepentingan untuk bersama-sama berkolaborasi melakukan percepatan penurunan stunting,” jelas Wagub.
Sumber foto : Irfan/bkkbnJabar
Uu menegaskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat memprioritaskan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana terekam dalam visi ‘Terwujudnya Jawa Barat Juara Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi.’
Uu meyakini citra suatu bangsa dan negara dilihat dari SDM yang dimilikinya.
Sebagai pimpinan daerah, Wagub tidak mau anak-anak yang dilahirkan lahir kekurangan gizi sehingga menghambat tumbuh kembang anak yang bersangkutan. Karena itu, pencegahan stunting sangat penting untuk dilakukan bersama-sama.
“SDM harus jadi perhatian kita semua. Bukan hanya yang saat ini, tapi SDM harus dipersiapkan sejak awal. Dalam Islam, mempersiapkan bukan hanya saat balita atau mengandung, tetapi saat pembuatan pun tidak lepas dari doa-doa yang mengharapkan anak bisa lahir sesuai dengan harapan. Ada tiga bulanan, akikah, dan lain-lain yang intinya mendoakan agar anak sehat dan berkualitas,” ungkap mantan Bupati Tasikmalaya dua periode ini.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Wahidin melaporkan, sosialisasi RAN PASTI bertujuan mendapatkan penguatan komitmen kepala daerah dan jajarannya dalam upaya penurunan angka stunting.
Dengan demikian, seluruh kepala daerah selaku Ketua Pengarah TPPS beserta seluruh TPPS di wilayahnya, hingga satuan tugas di lapangan memiliki arah gerak dan pemahaman yang sama tentang bagaimana menurunkan angka stunting sejalan dengan Perpres 72/2021 dan RAN PASTI.
Ceuk Wahidin, secara nasional, sosialisasi RAN PASTI dilaksanakan dengan metode tatap muka (offline) di 12 provinsi yang memiliki angka prevalensi dan angka absolut stunting tertinggi di Indonesia. Selain Jawa Barat, provinsi lain dengan kategori di atas meliputi NTT, NTB, Sulbar, Sultra, Kalsel, Kalbar, Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara. Sedangkan 22 provinsi lainya akan dilakukan secara regional dengan cara online.
“Perlu saya laporkan bahwa prevalensi stunting Jawa Barat berdasarkan SSGI 2021 sebesar 24,5 persen. Angka ini menurun sebesar 6,56 persen jika dibandingkan kondisi tahun 2018 sebesar 31,06 persen,” terang Wahidin sangat antusias.
Namun ada catatan yang perlu digarisbawahi, soal disparitas antar kabupupaten dan kota yang cukup lebar. Ada dua kota yang angkanya sudah di bawah 14 persen, sementara masih ada empat kabupaten dan kota yang angkanya di atas 30 persen.
Dalam konferensi pers, Atalia Praratya Ridwan Kamil yang juga Ketua TP PKK Jawa Barat mengungkapkan komitmen penuh PKK untuk mendukung upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Barat.
Salah satunya dengan menjadikan kader PKK sebagai Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan bersama pos pelayanan terpadu (Posyandu) menyediakan layanan tambahan terkait stunting.
“Kami PKK berkomitmen menjadi ujung tombak percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Jejaring PKK ada 1,4 juta. Kita ada di dalam TPK sekitar 37.164 bersama dengan para bidan, termasuk juga dari para KB,” jelasnya.
Tambah Atalia, ada sekitar 380 ribu kader posyandu dan ada 52 ribu posyandu. Jadi ini jejaring yang akan bergerak bersama menjadi mitra terdepan di lapangan.
Utamakan Prekonsepsi daripada Prewedding
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengungkapkan stunting merupakan masalah serius mengingat sekitar 2-3 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) “hilang” per tahun akibat stunting.
Dengan jumlah PDB Indonesia pada 2020 sekitar Rp 15 ribu triliun, maka potensi kerugian akibat stunting akan mencapai Rp 450 triliun. Sebuah kerugian yang sangat “fantastis”. Karena itu, stunting memerlukan penanganan serius dan berkesinambungan di berbagai tingkatan.
“Keberadaan 37.184 TPK yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, jika dioptimalkan akan menjadi kekuatan besar dalam upaya percepatan penurunan stunting. Jika disetarakan dengan jumlah sumber daya manusia, keberadaan TPK tersebut sama dengan 111. 552 orang,” ungkap Hasto.Dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual.
Suber foto : irfan/bkkbnjabar
Hasto yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional menjelaskan, TPK yang terdiri dari unsur bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader tim penggerak PKK, kader keluarga berencana atau kader pembangunan lainnya tugasnya sangat strategis dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting.
Tugas TPK selain meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitas pelayanan rujukan dan fasilitas penerimaan program bantuan sosial juga bisa mendeteksi dini faktor risiko stunting, baik secara spesifik dan sensitif.
“Tentu saja, TPK harus berfokus kepada sasaran pendampingan keluarga yang mencakup calon pengantin, ibu hamil, pasca persalinan dan anak-anak usia balita. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengubah mindset para calon pengantin untuk memprioritaskan prekonsepsi ketimbang prewedding. Pemeriksaan lingkar lengan, lingkar badan, tinggi serta barat badan dari calon mempelai sebagai prasyarat untuk pernikahan sangat penting untuk mencegah kehamilan yang berpotensi stunting,” tutur Hasto.
Sementara itu, Deputi KBKR BKKBN Eni Gustina menjelaskan, BKKBN memberikan perhatian besar pada Jawa Barat. Alasannya, meski prevalensi stunting Jawa Barat relatif sama dengan nasional, namun jumlah absolut balita stunting sangat besar. Jawa Barat berada dalam lima besar provinsi dengan jumlah absolut stunting tertinggi di Indonesia. Eni berharap keberhasilan Jawa Barat bisa memberi daya ungkit besar bagi nasional.
“Jumlah penduduk Jawa Barat ini yang terbesar secara nasional. Wajar jika kemudian jumlah absolut stunting juga banyak. Butuh kerja keras dan kolaborasi untuk menurunkan stunting Jawa Barat dari 24,5 persen pada 2021 menjadi 14 persen pada 2024 mendatang. Hasil perhitungan kami, prevalensi Jawa Barat bisa di bawah 14 persen, tepatnya 13,96 persen. Butuh upaya keras karena waktu efektif tersisa hanya sekitar 2,5 tahun lagi,” tandas Eni.
Di acara ini hadir juga 14 kepala daerah (bupati, wali kota, wakil bupati, dan wakil wali kota), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat, Kepala Dinas Kesehatan, dan organisasi perangkat daerah lainnya. (Bobotoh.ID/HR -NJP)