PERKARA STUNTING KUDU TURUN GUNUNG ATAU NAIK GUNUNG

(bonesatu)

Nun dibalik gunung dusun terkurung sunyi, Yu Tika resah mendapati anaknya yang bertambah umur, tapi anaknya tak kunjung tinggi. Bahkan jauh di bawah anak-anak seusianya. Padahal, ukuran tubuh Yu Tika dan suaminya, Agus, normal.

Yu Tika mengeluhkan jatah belanja dari Agus yang hanya Rp10.000 per hari, itu pun masih harus menyisakan Rp2.500. Usut punya usut, ternyata anaknya kena stunting. Akibatnya, asupan pangan keluarga mereka seadanya, asal kenyang, tanpa memperhatikan kandungan gizinya.

Stunting? Ya, stunting ! Adalah gangguan tumbuh kembang anak. Gangguan ini ditandai dengan tinggi badan yang berada di bawah standar.

Gangguan pertumbuhan pada balita, sehingga perkembangan anak tidak sesuai atau lebih pendek. Dan, dapat menimbulkan dampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Anak pengidap stunting cenderung memiliki IQ di bawah rata-rata dan memiliki daya tahan tubuh yang lemah.

Namun perlu diingat, tidak semua anak pendek bisa disebut stunting. Sedangkan anak stunting sudah pasti pendek.

Untuk perkara yang satu ini hanya bisa simpulkan ada dua penyebab langsungnya, yakni faktor penyakit (infeksi yang berulang) dan asupan zat gizi saja.

Kedua faktor ini berhubungan dengan faktor pola asuh, akses terhadap makanan, akses terhadap layanan kesehatan dan akses terhadap sanitasi lingkungan.

Namun, penyebab dasarnya adalah terdapat pada level individu dan rumah tangga tersebut. Seperti tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan rumahtangga.

 

Murah Meriah (Murmer)

Upaya peningkatan asupan gizi anak dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil pangan lokal. Terdapat beberapa hasil pangan lokal yang memiliki kandungan gizi tinggi, sehingga bisa dimanfaatkan dalam meningkatan gizi anak.

Tanam di pekarangan atau taman rumah. Bisa Singkong, Jagung, Pisang, Talas, Kentang atau Sagu….Gampang sekali, tinggal ‘koreh-koreh..Ceub ! Tidak harus punya halaman luas…Yang luas mah sudah dipikirin BKKBN via Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).

1,5 potong Singkong atau 1,5 Talas sudah setara satu porsi nasi. Juga cukup dengan asupan 3 buah jagung, serta 2 buah Pisang atau 8 sendok makan tepung Sagu.

Makanan bergizi bisa diperoleh secara murah sekaligus meriah. Murah meriah. Alias Murmer ! Tapi mampu mengatasi kerawanan pangan dan kekurangan gizi.

Optimalisasi pemanfaatan pangan lokal atau pangan yang ada di sekitar publik merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi terbatasnya akses pangan keluarga.

Dengan adanya upaya pemanfaatan pangan lokal, publik khususnya kelas ekonomi menengah ke bawah dapat meminimalisir alokasi pendapatan keluarga untuk membeli pangan.

Ini yang ingin jadi pengingat, buat TPPS, KNPS (Komite Nasional Pencegahan Stunting) yang telah terbentuk di 15 Provinsi se Indonesia. Juga anggota dewan yang komisinya erat berhubungan. Atau siapapun yang perduli, karena ini perkara bersama.

Siapkan ‘jiwa raga’ untuk menerima dengan keikhlasan bahwa tidak hanya berkenaan dengan woro-woro turunkan stunting saja, tapi juga berkenaan dengan edukasi nilai-nilai. Itu tadi, penyakit (infeksi yang berulang) dan asupan zat gizi saja. Istilahnya ‘Kudu turun gunung atau naik gunung ieu têh, mêh jelas.”

Jangan pula informasi yang dikerjakan TPPS untuk agar banyak netizen tuna literasi yang bisa mudah terhanyut oleh informasi ceuk cenah yang langsung komen en ser…..(Bobotoh.ID/HR-bebagaisumber)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *